Thursday, August 19, 2010

Mendulang Hikmah Nuzulul Qur'an

Ramadhan selalu identik dengan Al Qur'an Al Karim karena
memang kenyataannya pada bulan mulia inilah Al Qur'an diturunkan, sebagaimana
difirmankan oleh Allah dalam Al Quran
surat
Al Baqarah 185 (yang artinya): " Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil) ".


Bahkan seluruh kitab-kitab samawi yang lain juga diturunkan
di bulan Ramadhan seperti yang terungkap dalam riwayat imam Ahmad bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Shahifah Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan
Ramadhan, Taurat diturunkan pada hari (malam) keenam bulan Ramadhan, Injil
diturunkan pada hari (malam) ketiga belas bulan Ramadhan, Zabur diturunkan pada
malam kedelapan belas Ramadhan…".


Namun menurut Asy-Syaukani, dalam konteks
penurunan Al-Qur’an, surat Al
baqarah ayat 185 diatas masih bersifat umum karena tidak menjelaskan waktu yang
pasti tentang turunnya Al-Qur’an. Spesifikasi yang disebutkan Al-Qur’an hanya
terbatas pada bulan diturunkannya Al-Qur’an yaitu bulan Ramadhan yang
dispesifikasi kembali dengan malam Lailatul Qadar. Tapi kapan itu terjadi masih
menjadi perdebatan hangat diantara para ulama.


Namun mereka sepakat bahwa maksud turunnya
Al-Qur’an di bulan Ramadhan adalah turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke
Baitul Izzah di langit dunia. Sehingga penurunan Al-Qur’an menurut Imam Suyuthi
terjadi dalam dua tahap, yaitu pertama, turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke
langit dunia secara sekaligus dan kedua, turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah
secara berperiodik. Untuk memahami kedua bentuk turunnya Al-Qur’an tersebut,
Al-Qur’an menggunakan redaksi yang berbeda. Redaksi Anzala (Inzal) untuk
menunjukkan turunnya Al-Qur’an secara sekaligus dari Lauh Mahfudz ke Langit
dunia dan redaksi Nazzala (Tanzil) untuk menunjukkan penurunan Al-Qur’an secara
berangsur-angsur.


Dalam sebuah riwayat disebutkan, Ibnu Abbas RA menjelaskan
bahwa Al-Qur’an yang diturunkan pada Lailatul Qadar keseluruhnya; baru kemudian
secara berangsur diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. (HR. Ath-Thabrani).


Sementara itu Nuzulul Qur’an sering diperingati pada
tanggal 17 Ramadhan, dengan mengadakan pengajian atau tabligh akbar, dan bukan
pada malam Lailatul Qadar. Hal ini didasarkan pada pendapat yang menyatakan
bahwa pada tanggal tersebut Rasulullah SAW pada umur 40 tahun mendapatkan wahyu
pertama kali. Yaitu  surat
Al-‘alaq ayat 1-5 ketika beliau berkonteplasi (berkhalwat) di gua Hira, Jabal
Nur, kurang lebih 6 km dari Mekkah.


Nuzulul Qur’an yang diperingati oleh umat Islam dimaksudkan
itu adalah sebagai peringatan turunnya ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW
yakni ayat 1-5 Surat Al-'Alaq.


Adapun Lailatul Qadar merujuk kepada malam diturunkannya
Al-Qur’an dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah atau langit dunia.


Saatnya momentum Ramadhan dijadikan momentum
untuk memperbaiki dan meningkatkan interaksi kita dengan Al Qur'an. Bukankah
ukuran kebaikan seseorang tergantung dengan tingkat interaksinya dengan
Al-Qur’an seperti yang dinyatakan dalam hadits Ibnu Mas’ud, “Sebaik-baik kalian
adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. Mempelajari dan
mengajarkan disini tidak terbatas dalam konteks bacaan, tetapi lebih dari itu:
mempelajari dan mengajarkan nilai dan ajaran Al-Qur’an secara utuh dan
menyeluruh. Bahkan posisi dan kedudukan seseorang di dalam surga juga terkait
erat dengan tingkat hubungannya dengan Al Quran.


Tidak berlebihan untuk kita mulai membangun
pribadi qur’ani yang akan berlanjut kepada membangun keluarga qur’ani yang
mudah-mudahan dari sini akan lahir masyarakat qur’ani dan jayl qur’an (generasi
qur’an) yang mutamayyiz dan farid “unik dan berbeda” karena mereka adalah kekasih
Allah dan orang pilihannya. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bagi Allah
kekasihnya dari manusia. Mereka adalah para pembawa (penghafal) Al-Qur’an.
Merekalah kekasih Allah dan orang pilihan-Nya”. (H.R. Al-Hakim)


Al-Quran merupakan firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan
demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Konsep-konsep yang dibawa al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi
manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran
sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka
berada.


Luas dan keberagaman tema al-Quran merupakan
hal yang sangat unik. la menembus sudut pandang paling kabur dalam pikiran
manusia, menembus dengan kekuatan nyata jiwa orang beriman bahkan orang yang
tanpa iman sekalipun untuk merasakan sesuatu dalam gerak-gerik jiwanya.


Mengenal Al-Qur’an


Ketika manusia mencoba mengupas keagungan
Al-Qur’an Al-Karim, maka ketika itu pulalah manusia harus tunduk mengakui
keagungaan dan kebesaran Allah swt. Karena dalam Al-Qur’an terdapat lautan
makna yang tiada batas, lautan keindahan bahasa yang tiada dapat dilukiskan
oleh kata-kata, lautan keilmuan yang belum terpikirkan dalam jiwa manusia, dan
berbagai lautan lainnya yang tidak terbayangkan oleh indra kita.


Oleh karenanya, mereka-mereka yang telah
dapat berinteraksi dengan Al-Qur’an sepenuh hati, dapat merasakan ‘getaran
keagungan’ yang tiada bandingannya. Mereka dapat merasakan sebuah keindahan
yang tidak terhingga, yang dapat menjadikan orientasi dunia sebagai sesuatu
yang teramat kecil dan sangat kecil sekali. Seorang Ulama' mengungkapkan,
“Hidup di bawah naungan Al-Qur’am merupakan suatu kenikmatan. Kenikmatan yang
tiada dapat dirasakan, kecuali hanya oleh mereka yang benar-benar telah
merasakannya. Suatu kenikmatan yang mengangkat jiwa, memberikan keberkahan dan
mensucikannya.”


Cukuplah menjadi bukti keindahan bahasa
Al-Qur’an seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Imam Zuhri (Abu
Syahbah, 1996 : I/312), “Bahwa suatu ketika Abu Jahal, Abu Lahab, dan Akhnas
bin Syariq secara sembunyi-sembunyi mendatangi rumah Rasulullah saw. pada malam
hari untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca Rasulullah
saw. dalam shalatnya. Mereka bertiga memiliki posisi yang tersendiri, yang
tidak diketahui oleh yang lainnya. Hingga ketika Rasulullah saw. usai
melaksanakan shalat, mereka bertiga memergoki satu sama lainnya di jalan.
Mereka bertiga saling mencela dan membuat kesepakatan untuk tidak kembali
mendatangi rumah Rasulullah saw.


Namun pada malam berikutnya, ternyata mereka
bertiga tidak kuasa menahan gejolak jiwanya untuk mendengarkan lantunan
ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka bertiga mengira bahwa yang lainnya tidak akan
datang ke rumah Rasulullah saw., dan mereka pun menempati posisi mereka
masing-masing. Ketika Rasulullah saw. usai melaksanakan shalat, mereka pun
memergoki yang lainnya di jalan. Dan terjadilah saling celaan sebagaimana yang
kemarin mereka ucapkan.


Kemudian pada malam berikutnya, gejolak jiwa
mereka benar-benar tidak dapat dibendung lagi untuk mendengarkan Al-Qur’an, dan
merekapun menempati posisi sebagaimana hari sebelumnya. Dan manakala Rasulullah
saw. usai melaksanakan shalat, mereka bertiga kembali memergoki yang lainnya.
Akhirnya mereka bertiga membuat mu’ahadah (perjanjian) untuk sama-sama
tidak kembali ke rumah Rasulullah saw. guna mendengarkan Al-Qur’an.


Masing-masing mereka mengakui keindahan
Al-Qur’an, namun hawa nafsu mereka memungkiri kenabian Muhammad saw. Selain
contoh di atas terdapat juga ayat yang mengungkapkan keindahan Al-Qur’an. Allah
mengatakan, “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah
gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut
kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya
mereka berpikir.” (Al-Mujadilah: 21)


Keutamaan Membaca
Al-Qur’an


Dari Ibnu Abbas r.a., beliau mengatakan
ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah, amalan
apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.”
Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap
kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.”
(HR. Tirmidzi)


Generasi sahabat dapat menjadi generasi
terbaik (baca; khairul qurun) adalah karena mereka memiliki ihtimam
yang sangat besar terhadap Al-Qur’an. Minimal ada tiga faktor yang menjadi
rahasia mereka mencapai generasi terbaik seperti itu. Pertama karena
mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber pegangan hidup,
sekaligus membuang jauh-jauh berbagai sumber-sumber kehidupan lainnya. Kedua,
ketika membacanya mereka tidak memiliki tujuan-tujuan untuk tsaqafah,
pengetahuan, menikmati keindahan ataupun tujuan-tujuan lainnya. Namun tujuan
mereka hanya semata-mata untuk mengimplementasikan apa yang diinginkan Allah
dalam kehidupan mereka. Ketiga, mereka membuang jauh-jauh segala hal
yang berhubungan dengan masa lalu ketika jahiliyah. Mereka memandang bahwa
Islam merupakan titik tolak perubahan, yang sama sekali terpisah dengan masa
lalu, baik yang bersifat pemikiran ataupun kebudayaan.


Tilawatul qur’an; itulah kunci utama
kesuksesan mereka. Imam Abu hamid Al Ghazali menyebutkan agar kita memiliki
wirid harian yang diambil dari kitabullah
yaitu dengan membacanya, jangan sampai hari-hari kita kosong dari
berinteraksi dengan Al Qur'an


Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam
Nawawi memaparkan hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan membaca
Al-Qur’an. Di antaranya:


1. Akan menjadi syafaat bagi
pembacanya di hari kiamat.


Dari Abu Amamah ra, aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan
menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.”
(HR. Muslim)


2. Mendapatkan predikat insan terbaik.


Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw.
bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.”

(HR. Tirmidzi)


3. Mendapatkan pahala akan bersama malaikat
di akhirat, bagi yang mahir mambacanya.


Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka
kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR.
Bukhari Muslim)


4. Mendapatkan pahala dua kali lipat, bagi
yang belum lancar.


“Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang
ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua
pahala.”
(HR. Bukhari Muslim)


5. Akan diangkat derajatnya oleh Allah


Dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah saw.
bersabda,: “Sesungguhnya Allahswt. akan mengangkat derajat suatu kaum dengan
kitab ini (Al-Qur’an), dengan dengannya pula Allah akan merendahkan kaum yang lain.”
(HR. Muslim)


6. Mendapatkan sakinah, rahmat, dikelilingi
malaikat, dan dipuji Allah di hadapan makhluk-Nya.


Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw.
bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah untuk
melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan mempelajarinya, melainkan akan turun
kepada mereka ketengangan, akan dilingkupi pada diri mereka dengan rahmat, akan
dilingkari oleh para malaikat, dan Allah pun akan menyebut (memuji) mereka di
hadapan makhluk yang ada di dekat-Nya.”
(HR. Muslim)

No comments:

Post a Comment