Thursday, August 19, 2010

Mendulang Hikmah Nuzulul Qur'an

Ramadhan selalu identik dengan Al Qur'an Al Karim karena
memang kenyataannya pada bulan mulia inilah Al Qur'an diturunkan, sebagaimana
difirmankan oleh Allah dalam Al Quran
surat
Al Baqarah 185 (yang artinya): " Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil) ".


Bahkan seluruh kitab-kitab samawi yang lain juga diturunkan
di bulan Ramadhan seperti yang terungkap dalam riwayat imam Ahmad bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Shahifah Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan
Ramadhan, Taurat diturunkan pada hari (malam) keenam bulan Ramadhan, Injil
diturunkan pada hari (malam) ketiga belas bulan Ramadhan, Zabur diturunkan pada
malam kedelapan belas Ramadhan…".


Namun menurut Asy-Syaukani, dalam konteks
penurunan Al-Qur’an, surat Al
baqarah ayat 185 diatas masih bersifat umum karena tidak menjelaskan waktu yang
pasti tentang turunnya Al-Qur’an. Spesifikasi yang disebutkan Al-Qur’an hanya
terbatas pada bulan diturunkannya Al-Qur’an yaitu bulan Ramadhan yang
dispesifikasi kembali dengan malam Lailatul Qadar. Tapi kapan itu terjadi masih
menjadi perdebatan hangat diantara para ulama.


Namun mereka sepakat bahwa maksud turunnya
Al-Qur’an di bulan Ramadhan adalah turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke
Baitul Izzah di langit dunia. Sehingga penurunan Al-Qur’an menurut Imam Suyuthi
terjadi dalam dua tahap, yaitu pertama, turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke
langit dunia secara sekaligus dan kedua, turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah
secara berperiodik. Untuk memahami kedua bentuk turunnya Al-Qur’an tersebut,
Al-Qur’an menggunakan redaksi yang berbeda. Redaksi Anzala (Inzal) untuk
menunjukkan turunnya Al-Qur’an secara sekaligus dari Lauh Mahfudz ke Langit
dunia dan redaksi Nazzala (Tanzil) untuk menunjukkan penurunan Al-Qur’an secara
berangsur-angsur.


Dalam sebuah riwayat disebutkan, Ibnu Abbas RA menjelaskan
bahwa Al-Qur’an yang diturunkan pada Lailatul Qadar keseluruhnya; baru kemudian
secara berangsur diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. (HR. Ath-Thabrani).


Sementara itu Nuzulul Qur’an sering diperingati pada
tanggal 17 Ramadhan, dengan mengadakan pengajian atau tabligh akbar, dan bukan
pada malam Lailatul Qadar. Hal ini didasarkan pada pendapat yang menyatakan
bahwa pada tanggal tersebut Rasulullah SAW pada umur 40 tahun mendapatkan wahyu
pertama kali. Yaitu  surat
Al-‘alaq ayat 1-5 ketika beliau berkonteplasi (berkhalwat) di gua Hira, Jabal
Nur, kurang lebih 6 km dari Mekkah.


Nuzulul Qur’an yang diperingati oleh umat Islam dimaksudkan
itu adalah sebagai peringatan turunnya ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW
yakni ayat 1-5 Surat Al-'Alaq.


Adapun Lailatul Qadar merujuk kepada malam diturunkannya
Al-Qur’an dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah atau langit dunia.


Saatnya momentum Ramadhan dijadikan momentum
untuk memperbaiki dan meningkatkan interaksi kita dengan Al Qur'an. Bukankah
ukuran kebaikan seseorang tergantung dengan tingkat interaksinya dengan
Al-Qur’an seperti yang dinyatakan dalam hadits Ibnu Mas’ud, “Sebaik-baik kalian
adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. Mempelajari dan
mengajarkan disini tidak terbatas dalam konteks bacaan, tetapi lebih dari itu:
mempelajari dan mengajarkan nilai dan ajaran Al-Qur’an secara utuh dan
menyeluruh. Bahkan posisi dan kedudukan seseorang di dalam surga juga terkait
erat dengan tingkat hubungannya dengan Al Quran.


Tidak berlebihan untuk kita mulai membangun
pribadi qur’ani yang akan berlanjut kepada membangun keluarga qur’ani yang
mudah-mudahan dari sini akan lahir masyarakat qur’ani dan jayl qur’an (generasi
qur’an) yang mutamayyiz dan farid “unik dan berbeda” karena mereka adalah kekasih
Allah dan orang pilihannya. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bagi Allah
kekasihnya dari manusia. Mereka adalah para pembawa (penghafal) Al-Qur’an.
Merekalah kekasih Allah dan orang pilihan-Nya”. (H.R. Al-Hakim)


Al-Quran merupakan firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan
demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Konsep-konsep yang dibawa al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi
manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran
sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka
berada.


Luas dan keberagaman tema al-Quran merupakan
hal yang sangat unik. la menembus sudut pandang paling kabur dalam pikiran
manusia, menembus dengan kekuatan nyata jiwa orang beriman bahkan orang yang
tanpa iman sekalipun untuk merasakan sesuatu dalam gerak-gerik jiwanya.


Mengenal Al-Qur’an


Ketika manusia mencoba mengupas keagungan
Al-Qur’an Al-Karim, maka ketika itu pulalah manusia harus tunduk mengakui
keagungaan dan kebesaran Allah swt. Karena dalam Al-Qur’an terdapat lautan
makna yang tiada batas, lautan keindahan bahasa yang tiada dapat dilukiskan
oleh kata-kata, lautan keilmuan yang belum terpikirkan dalam jiwa manusia, dan
berbagai lautan lainnya yang tidak terbayangkan oleh indra kita.


Oleh karenanya, mereka-mereka yang telah
dapat berinteraksi dengan Al-Qur’an sepenuh hati, dapat merasakan ‘getaran
keagungan’ yang tiada bandingannya. Mereka dapat merasakan sebuah keindahan
yang tidak terhingga, yang dapat menjadikan orientasi dunia sebagai sesuatu
yang teramat kecil dan sangat kecil sekali. Seorang Ulama' mengungkapkan,
“Hidup di bawah naungan Al-Qur’am merupakan suatu kenikmatan. Kenikmatan yang
tiada dapat dirasakan, kecuali hanya oleh mereka yang benar-benar telah
merasakannya. Suatu kenikmatan yang mengangkat jiwa, memberikan keberkahan dan
mensucikannya.”


Cukuplah menjadi bukti keindahan bahasa
Al-Qur’an seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Imam Zuhri (Abu
Syahbah, 1996 : I/312), “Bahwa suatu ketika Abu Jahal, Abu Lahab, dan Akhnas
bin Syariq secara sembunyi-sembunyi mendatangi rumah Rasulullah saw. pada malam
hari untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca Rasulullah
saw. dalam shalatnya. Mereka bertiga memiliki posisi yang tersendiri, yang
tidak diketahui oleh yang lainnya. Hingga ketika Rasulullah saw. usai
melaksanakan shalat, mereka bertiga memergoki satu sama lainnya di jalan.
Mereka bertiga saling mencela dan membuat kesepakatan untuk tidak kembali
mendatangi rumah Rasulullah saw.


Namun pada malam berikutnya, ternyata mereka
bertiga tidak kuasa menahan gejolak jiwanya untuk mendengarkan lantunan
ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka bertiga mengira bahwa yang lainnya tidak akan
datang ke rumah Rasulullah saw., dan mereka pun menempati posisi mereka
masing-masing. Ketika Rasulullah saw. usai melaksanakan shalat, mereka pun
memergoki yang lainnya di jalan. Dan terjadilah saling celaan sebagaimana yang
kemarin mereka ucapkan.


Kemudian pada malam berikutnya, gejolak jiwa
mereka benar-benar tidak dapat dibendung lagi untuk mendengarkan Al-Qur’an, dan
merekapun menempati posisi sebagaimana hari sebelumnya. Dan manakala Rasulullah
saw. usai melaksanakan shalat, mereka bertiga kembali memergoki yang lainnya.
Akhirnya mereka bertiga membuat mu’ahadah (perjanjian) untuk sama-sama
tidak kembali ke rumah Rasulullah saw. guna mendengarkan Al-Qur’an.


Masing-masing mereka mengakui keindahan
Al-Qur’an, namun hawa nafsu mereka memungkiri kenabian Muhammad saw. Selain
contoh di atas terdapat juga ayat yang mengungkapkan keindahan Al-Qur’an. Allah
mengatakan, “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah
gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut
kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya
mereka berpikir.” (Al-Mujadilah: 21)


Keutamaan Membaca
Al-Qur’an


Dari Ibnu Abbas r.a., beliau mengatakan
ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah, amalan
apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.”
Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap
kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.”
(HR. Tirmidzi)


Generasi sahabat dapat menjadi generasi
terbaik (baca; khairul qurun) adalah karena mereka memiliki ihtimam
yang sangat besar terhadap Al-Qur’an. Minimal ada tiga faktor yang menjadi
rahasia mereka mencapai generasi terbaik seperti itu. Pertama karena
mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber pegangan hidup,
sekaligus membuang jauh-jauh berbagai sumber-sumber kehidupan lainnya. Kedua,
ketika membacanya mereka tidak memiliki tujuan-tujuan untuk tsaqafah,
pengetahuan, menikmati keindahan ataupun tujuan-tujuan lainnya. Namun tujuan
mereka hanya semata-mata untuk mengimplementasikan apa yang diinginkan Allah
dalam kehidupan mereka. Ketiga, mereka membuang jauh-jauh segala hal
yang berhubungan dengan masa lalu ketika jahiliyah. Mereka memandang bahwa
Islam merupakan titik tolak perubahan, yang sama sekali terpisah dengan masa
lalu, baik yang bersifat pemikiran ataupun kebudayaan.


Tilawatul qur’an; itulah kunci utama
kesuksesan mereka. Imam Abu hamid Al Ghazali menyebutkan agar kita memiliki
wirid harian yang diambil dari kitabullah
yaitu dengan membacanya, jangan sampai hari-hari kita kosong dari
berinteraksi dengan Al Qur'an


Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam
Nawawi memaparkan hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan membaca
Al-Qur’an. Di antaranya:


1. Akan menjadi syafaat bagi
pembacanya di hari kiamat.


Dari Abu Amamah ra, aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan
menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.”
(HR. Muslim)


2. Mendapatkan predikat insan terbaik.


Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw.
bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.”

(HR. Tirmidzi)


3. Mendapatkan pahala akan bersama malaikat
di akhirat, bagi yang mahir mambacanya.


Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka
kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR.
Bukhari Muslim)


4. Mendapatkan pahala dua kali lipat, bagi
yang belum lancar.


“Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang
ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua
pahala.”
(HR. Bukhari Muslim)


5. Akan diangkat derajatnya oleh Allah


Dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah saw.
bersabda,: “Sesungguhnya Allahswt. akan mengangkat derajat suatu kaum dengan
kitab ini (Al-Qur’an), dengan dengannya pula Allah akan merendahkan kaum yang lain.”
(HR. Muslim)


6. Mendapatkan sakinah, rahmat, dikelilingi
malaikat, dan dipuji Allah di hadapan makhluk-Nya.


Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw.
bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah untuk
melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan mempelajarinya, melainkan akan turun
kepada mereka ketengangan, akan dilingkupi pada diri mereka dengan rahmat, akan
dilingkari oleh para malaikat, dan Allah pun akan menyebut (memuji) mereka di
hadapan makhluk yang ada di dekat-Nya.”
(HR. Muslim)

Hikmah dari Nuzulul Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan puasa dan sekaligus bulan diturunkannya Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT diberikan kepada Rasullullah Muhammad SAW pada tanggal tujuh belas Ramadhan.
Peristiwa turunnya Al-Qur’an biasa disebut dengan Nuzulul Qur’an. Peristiwa ini diperingati setiap tanggal 17 Ramadhan.
Dari peristiwa turunnya Al-Qur’an membawa perubahan bagi manusia di muka bumi. Turunnya al-Qur’an sebagai putunjuk bagi manusia untuk memperoleh jalan yang benar yaitu cahaya Iman dan Islam.
Peristiwa turunnya Al-Qur’an terjadi di gua hira’. Ketika Nabi mengalami guncangan jiwa yang luar biasa. Guncangan jiwa ini membuat  Nabi Muhammad saat itu harus menyendiri di gua hira’ guna menenangkan jiwa beliau yang gundah gulana. Dan turunlah Al-Qur’an.  Al-Qur’an turun tidak serta merta gedebuk komplit satu kitab.  Al-Qur’an turun pertama kali hanya  Surat Al-Alaq ayat satu sampai ayat lima.
Berikut ini adalah isi Surat Al-Alaq ayat satu sampai lima:
“Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Surat Al-Alaq ayat satu sampi lima ini merupakan jawaban atas kegelisahan dan kerisauan yang dialami oleh nabi Muhammad SAW melihat kenyataan akan kebodohan atau jahiliyah. Nabi Muhammad saat itu risau dengan keadaan bangsa Arab yang bersuku-suku dan bermusuhan. Mereka menuhankan patung dan berhala buatan manusia sendiri. Nabi Muhammad`kemudian menyendiri untuk menepi (menenangkan diri) di gua hira’ sampai akhirnya turun wahyu Al-Qur’an tersebut.
Allah menunjukkan kepada Nabi Muhammmad bahwa hanya kepada Allah SWT manusia bersandar dari segala sesuatu. Allah yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Pada ayat berikutnya Allah menunjukkan sifat Allah yang maha pemurah. Hanya kepada Allah manusia meminta segala sesuatu. Berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah yang maha mulya.
Pada Surat Al-Alaq ini terlihat jelas bahwa ayat-ayat ini  mengajar manusia dengan perantaraan kalam yang perlu dibaca. Hal ini  menujukkan budaya tulis menulis. Al-Quran menunjukkan kemajuan manusia yang dicapai melalui budaya tulis menulis. Pada jaman jahiliyah  itu hanya dikenal dengan budaya lisan, berupa syair-syair, namun Allah mengajarkan manusia dengan kalamNya. Suatu perubahan budaya dalam Al-Qur’an.
Ilmu dan pengetahuan dipelajari dari warisan buku-buku yang ditulis oleh para ilmuwan sebelumnya. Demikian juga kitab Al-Qur’an, ditulis dan namun terjaga keasliannya hingga saat ini. Karena Allah menjamin akan keaslian Al-Quran. Banyak penghafal Al-Qur’an tersebar ke segala penjuru dunia.
Sebagai muslim seharusnya kita  bisa mengambil pelajaran dari turunnya Surat Al-Alaq sebagai  ‘Wahyu’ yang pertama diberikan pada manusia lewat perantara Nabi Muhammad. Wahyu ini untuk mengingatkan manusia agar belajar tentang baca serta tulis menulis. Menuliskan semua pengetahuan yang ada di alam semesta. Tidak hanya di bumi tetapi alam semesta sebagai satu kesatuan. Mengkaji  butiran-butiran makna Al-Qur’an sebagai landasan teori dasar pengetahuan.
Tidak bisa dipungkiri, bangsa yang memiliki peradaban maju, adalah bangsa yang memiliki tradisi tulis menulis yang kreatif, yang jujur. Apa yang ditulis merupakan hal yang sebenarnya. Tidak ada usaha untuk menyelewengkan peristiwa sejarah yang sebenarnya. Tidak seperti di negara kita Indonesia ini. Kita masih sering menemukan perdebatan tentang suatu peristiwa. Misalnya peristiwa pada bulan September tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima, secara pasti peristiwanya bagaimana masih ada pro dan kontra. Ada lagi tentang surat perintah sebelas Maret (Supersemar) bagaimana.
Penulisan suatu sejarah atau pengetahuan yang jujur akan mempunyai makna yang berarti bagi peradaban masa mendatang. Sehingga generasi mendatang bisa belajar dari buku-buku yang dihasilkan oleh generasi sebelumnya.
Semoga bermanfaat dan maaf maaf kalau ada yang kurang berkenan

Dengan Apa Kita Menghidupkan Bulan Ramadhan...?? :: Nasehat Menjelang Ramadhan :: Nuzulul Qur'an Sebagai Peringatan atau Pelajaran

Pada bulan Ramadhan banyak umat Islam yang menggelar acara peringatan Nuzulul Qur'an. Untuk itu perlu kiranya kali ini menyoroti masalah Nuzulul Qur'an, hukum memperingatinya dan fungsi utama diturunkannya Al-Qur'an.

Syekh Shafiyur Rahman Al-Mubarakfuriy (penulis Sirah Nabawiyah) menyatakan bahwa para ahli sejarah banyak berbeda pendapat tentang kapan waktu pertama kali diturunkannya Al-Qur'an, pada bulan apa dan tanggal berapa, paling tidak ada tiga pendapat :

Pertama: Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur'an itu ada pada bulan Rabiul Awwal,

Kedua: Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur'an itu pada bulan Rajab,

Ketiga: Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur'an itu pada bulan Ramadhan.

Yang berpendapat pada bulan Rabiul Awwal pecah menjadi tiga, ada yang mengatakan awal Rabiul Awwal, ada yang mengatakan tanggal 8 Rabiul Awwal dan ada pula yang mengatakan tanggal 18 Rabiul Awwal (yang terakhir ini diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallaahu anhu).

Kemudian yang berpendapat pada bulan Rajab terpecah menjadi dua. Ada yang mengatakan tanggal 17 dan ada yang mengatakan tanggal 27 Rajab (hal ini diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu -lihat Mukhtashar Siratir Rasul, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdy, hal. 75-).

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam Fathul Bari berkata bahwa: Imam Al-Baihaqi telah mengisahkan bahwa masa wahyu mimpi adalah 6 (enam) bulan.

Maka berdasarkan kisah ini permulaan kenabian dimulai dengan mimpi shalihah (yang benar) yang terjadi pada bulan kelahirannya yaitu bulan Rabiul Awwal ketika usia beliau genap 40 tahun. Kemudian permulaan wahyu yaqzhah (dalam keadaan terjaga) dimulai pada bulan Ramadhan.

Sesungguhnya kita menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur'an ada pada bulan Ramadhan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya, "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an" (Al-Baqarah: 185). Dan Allah berfirman, artinya, "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan" (Al-Qadr :1).

Seperti yang telah kita maklumi bahwa Lailatul Qadr itu ada pada bulan Ramadhan yaitu malam yang dimaksudkan dalam firman Allah yang artinya: "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan" (Ad-Dukhaan: 3).

Dan karena menyepinya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam di gua Hira' adalah pada bulan Ramadhan, dan kejadian turunnya Jibril as adalah di dalam gua Hira'.

Jadi Nuzulul Qur'an ada pada bulan Ramadhan, pada hari Senin, sebab semua ahli sejarah atau sebagian besar mereka sepakat bahwa diutusnya beliau menjadi Nabi adalah pada hari Senin. Hal ini sangat kuat karena Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya tentang puasa Senin beliau menjawab: "Di dalamya aku dilahirkan dan di dalamnya diturunkan (wahyu) atasku" (HR. Muslim).

Dalam sebuah lafadz dikatakan "Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana aku diutus atau diturunkan (wahyu) atasku"(HR. Muslim, Ahmad, Baihaqi dan Al-Hakim).

Akan tetapi pendapat ketiga inipun pecah menjadi lima, ada yang mengatakan tanggal 7 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 14 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 17 (hari Kamis), ada yang mengatakan tanggal 21 (hari Senin) dan ada yang mengatakan tanggal 24 (hari Kamis).

Pendapat "17 Ramadhan" diriwayatkan dari sahabat Al-Bara' bin Azib dan dipilih oleh Ibnu Ishaq, kemudian oleh Ustadz Muhammad Huzhari Bik.

Pendapat "21 Ramadhan" dipilih oleh Syekh Al-Mubarakfuriy, karena Lailatul Qadr ada pada malam ganjil, sedangkan hari Senin pada tahun itu adalah tanggal 7, 14, 21 dan 28.

Sedangkan pendapat "24 Ramadhan" diriwayatkan dari Aisyah, Jabir dan Watsilah bin Asqo' , dan dipilih oleh Ibnu Hajar Al-Haitamiy, ia mengatakan: "Ini sangat kuat dari segi riwayat".

Karena itu memperingati peristiwa turunnya Al-Qur'an pertama kali tidaklah penting, sebab di samping hal itu tidak dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabatnya dan para tabi'in, Al-Qur'an diturunkan tidaklah untuk diperingati tetapi untuk memperingatkan kita.

Peristiwa Nuzulul Qur'an bukanlah diharapkan agar dijadikan sebagai hari raya oleh umat ini, yang dirayakan setiap tahun, karena Islam bukanlah agama perayaan sebagaimana halnya agama-agama lain."

Islam tidak memerlukan polesan, tidak perlu dibungkus dengan perayaan-perayaan yang membuat orang-orang tertarik kepadanya. Karena itu pesta hari raya tahunan di dalam Islam hanya ada dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Jadi turunnya Al-Qur'an bukan untuk diperingati setiap tahunnya, melainkan untuk memperingatkan kita setiap saat.

Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan, artinya: "Alif Lam Mim Shaad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir) dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman" (Al-A'raaf: 1-2).

Bukan Cara Salafus Shalih
Memperingati peristiwa turunnya Al-Qur'an bukanlah cara orang-orang shaleh yang muttaqin. Akan tetapi jejak ulama-ulama Salaf adalah membaca Al-Qur'an, membaca dan membaca lagi. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi" (Faathir: 29).

Apalagi di bulan Ramadhan, bulan Al-Qur'an ini, Umar radhiallaahu anhu berkata: "Seandainya kita bersih, tentu akan merasa kenyang dari kalam Allah. Sesungguhnya aku amat tidak suka manakala datang sebuah hari sementara aku tidak membaca Al-Qur'an."

Karena itu beliau tidak meninggal dunia sehingga mushafnya sobek karena seringnya dibaca. Dan ketika menjadi imam pada shalat shubuh beliau sering membaca surat Yusuf yang terdiri dari 111 ayat tertulis dalam 13 halaman, yang berarti satu sepertiga juz.

Hal ini tidak mengherankan karena khalifah kedua Umar bin Khatthab radhiallaahu anhu ketika memimpin shalat shubuh juga selalu membaca surat-surat yang bilangan ayatnya lebih dari 100 ayat seperti surat Al Kahfi (11 halaman), surat Maryam (7 halaman) dan surat Thaha (10 halaman).

Begitulah generasi Qur'ani sangat mencintai Al-Qur'an. Mereka tidak pernah merayakan peristiwa Nuzulul Qur'an tetapi shalatnya membaca ratusan ayat, sementara kita sebaliknya.

Shalat Tarawih di jaman Salaf rata-rata membutuhkan waktu 5 jam, dan kadang-kadang semalam suntuk, yang berarti setiap satu rakaat tarawih (dari sebelas rakaat) membutuhkan waktu 40 menit. Bahkan para sahabat banyak yang shalat sambil bersandar dengan tongkat karena terlalu lamanya berdiri.

Mengkhususkan Membaca Al-Qur'an
Para tabi'in dan tabi'ittabi'in, karena begitu memahami arti dari Ramadhan, bulan Al-Qur'an, dan begitu kuatnya dalam mencintai Al-Qur'an, maka bila bulan Ramadhan tiba mereka mengkhususkan diri untuk membaca Al-Qur'an seperti yang dilakukan oleh Imam Az-Zuhri dan Sufyan Ats-Tsauri. Sehingga dalam satu bulan khatam Al-Qur'an berpuluh puluh kali. Imam Qatadah umpamanya, di luar Ramadhan khatam setiap tujuh hari, di dalam Ramadhan khatam setiap tiga hari, dan di sepuluh hari terakhir khatam setiap hari. Sementara Imam Syafi'i di luar Ramadhan setiap hari khatam sekali, dan di dalam Ramadhan setiap hari khatam dua kali. Itu semua di luar shalat.

Begitulah ulama Ahlus Sunah tidak pernah merayakan Nuzulul Qur'an, namun setiap hari khatam Al-Qur'an, ada yang sekali dan ada yang dua kali. Sementara kita sebulan Ramadhan jika khatam sekali saja maka sudah puas dan gembira. Itupun bisa dihitung dengan jari.

Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah selama di dalam penjara, dari tanggal 7 Sya'ban 726 H sampai wafatnya 22 Dzulqa'dah 728 H, selama 2 tahun 4 bulan beliau telah mengkhatamkan Al-Qur'an bersama saudaranya Syeikh Zainuddin Ibnu Taimiyah sebanyak 80 kali khatam, yang berarti rata-rata setiap 10 hari khatam satu kali.

Semoga Allah merahmati kita bersama mereka dan semoga kita bisa meneladani Rasulullah, dan para sahabatnya, dan para ulama Salaf dalam mencintai Al-Qur'an dan di dalam tata cara ibadah lainnya. Amin.

AL QUR'AN PEDOMAN SELURUH UMAT MANUSIA MENUJU KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK

Dalam mengemban tugas Kerasulannya, Nabi Muhammad SAW telah mengalami banyak hambatan, gangguan dan bahkan ancaman, terutama dari penentangnya yaitu kaum Kafir Quraisy. Kendatipun demikian sejarah telah membuktikan bahwa, tugas untuk memperbaiki akhlak serta membawa umatnya kearah tata kehidupan yang lebih baik, mulia dan bermartabat telah dapat dilaksanakan dengan baik. Kenyataan itu sekaligus membuktikan bahwa Al Qur'an adalah satu pedoman yang tak terbantahkan, mampu membawa seluruh umat manusia menuju tata kehidupan yang lebih baik dan diridhoi Allah SWT.

Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan (Sekjen Dephan) Marsdya TNI Suprihadi S.IP, pada peringatan Nuzulul Qur'an Tahun 1424 H, Kamis (13/11) di Masjid At-Taqwa Dephan Jl. Tanah Abang Timur no.8 Jakarta Pusat. Rangkaian acara Nuzulul Qur'an ditandai dengan pembacaan Ayat Suci Al Qur'an, ceramah Nuzulul Qur'an oleh Drs. H. Mabrur Abduh dari Majelis Ulama Jakarta Utara, amanat Sekjen Dephan, penyerahan santunan kepada anak yatim oleh Sekjen Dephan dan Ny. Suprihadi, Sholat Magrib berjamah, buka puasa bersama dilanjutkan sholat Isya dan Sholat Tarawih berjamaah.

Marsdya TNI Suprihadi, S.IP menjelaskan, bagi kaum muslim, Nuzulul Qur'an memiliki nilai yang sangat penting, karena kita berkeyakinan bahwa Kitab Suci Al Qur'an yang diturunkan pertama kalinya pada tanggal 17 Ramadhan 1393 tahun yang lalu kepada Nabi Muhammad SAW, secara keseluruhan merupakan rakhmat yang didalamnya terkandung petunjuk dan penjelasan serta pembeda antara yang hak dan yang batil.

Melalui peringatan Nuzulul Qur'an, kita akan dapat mengambil makna dan hikmah sebanyak-banyaknya untuk kemudian mewujudkannya sebagai Hablu Minalloh dalam bentuk keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta Hablu Minannas dalam bentuk pengabdian kepada Bangsa dan Negara Ujarnya.

Sekjen Dephan berharap, agar penyelenggaraan acara peringatan Nuzulul Qur'an tidak hanya menjadi kegiatan rutinitas keagamaan semata, tetapi secara keseluruhan benar-benar dapat sebagai salah satu wahanan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan demikian mudah-mudahan kita akan menjadi orang-orang yang selalu mampu mengamalkan petunjuk-petunjuk Al Qur'an dalam mencapai kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat Tegasnya.

Sementara itu penceramah Drs. H. Mabrur Abduh menjelaskan, Al Qur'an diturunkan pada bulan Ramadhan sebagai petunjuk bagi umat manusia. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa, ajaran Al Qur'an sebagai sumber, landasan dari ajaran Islam ternyata bersifat universal dan up todate.

Penceramah mengatakan, dari sejarah perkembangan Agama Islam dapat diketahui bahwa Al Qur'an diturunkan, pada saat dunia sedang dilanda kekacauan dan kerusuhan, akibat dari perbuatan manusia itu srendiri yang telah melupakan dan mengabaikan perintah Allah, menyembah berhala, hanya mengejar kenikmatan duniawi dan selalu mementingkan kepentingan diri sendiri.

Drs. H. Mabrur Abduh mengatakan, Al Qur'an turun pada zaman Nabi Muhammad SAW, lebih kurang 22 tahun, dua bulan, 22 hari. Turunnya Al Qur'an secara berangsur-angsur, ada yang di pelepah kurma, ada yang di tulang-tulang unta, ada yang di batu-batuan, lalu dikumpulkan dan dibukukan pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW yang di pandu Malaikat Jibril dan dibantu oleh 40 Sekretaris Wahyu.

Menurutnya, diturunkannya Al Qur'an untuk mengangkat derajat manusia dari lembah kegelapan menuju kehidupan baru yang lebih baik, yaitu kehidupan yang diterangi cahaya keimanan kepada Allah dan penghormatan terhadap harkat kemanusiaan.

Agar peringatan Nuzulul Qur'an yang diselenggarakan bukan sekedar mengikuti tradisi masyarakat semata, kita harus mampu menangkap makna yang lebih dalam dari turunnya Al Qur'aan itu sebagai pendorong dan pemacu motivasi agar senantiasa dapat mawas diri, yang pada gilirannya akan membawa dan menuntun kita kearah kehidupan yang lebih baik dan terpuji.

Hikmah Ramadhan : Nuzulul Qur’an mengajak kita Kembali Meraih Petunjuk Hidup

 Jika dalam pertandingan bola, kedua belah pihak memiliki aturan yang berbeda tentu akan menyusahkan wasit. Bayangkan jika hal ini terjadi pada umat. Masing-masing ingin menggunakan aturan sendiri dalam menjalankan hidup. Padahal tujuannya sama yakni ingin hidup berbahagia, kaya dan senang.

Kita mungkin banyak mengetahui sudah ada aturan yang mendahului kitab Al-qur’an, seperti Zend Avesta yang sudah dipatuhi orang-orang Persi. Ada Gita dan Sri Krisna yang dipatuhi orang-orang India yang beragama Budha, ada lagi Konghochu yang dianut oleh di daratan China. Kitab Taurat yang dibawa Nabi Musa untuk kaum Bani Israil, kemudian Zabur untuk umat nabi Daud ataupun Injil bagi bangsa Ibrani. Kitab atau pedoman hidup itu diturunkan sesuai dengan masa dan bangsa sesuai tingkatan pemikiran orang pada waktu itu yang kesemuanya berbicara tentang hubungan ketuhanan dan hubungan kemanusiaan.

Karena kebutuhan yang berkembang dan pemikiran yang meningkat mereka merasa terikat dengan kitab-kitab itu. Lalu mereka rubah sesuai dengan aspirasi mereka sendiri. Hingga buku-buku itu tercemar di mata Allah Jadi kitab itu bersifat lokal untuk bangsa itu sendiri.

Setahun demi tahun sesuai perkembangan zaman, mulailah terasa perlu adanya kitab panutan yang berlaku untuk semua umat (universal) sepanjang zaman. Sebuah ayat atau pengajaran tidak turun dengan mudah kepada seorang manusia. Tentunya Allah akan memilih pribadi yang berkeyakinan, berpengaruh di dalam masyarakat.

Muhammad sejak kecil sudah memperlihatkan kelebihan baik dalam pribadi, akhlak dan pemikiran dari manusia lain sebelum akhirnya menjadi manusia terpilih untuk menyampaikan wahyu, Suatu ketika beliau mengasingkan diri kesatu tempat-tempat mencari pemikiran-pemikiran yang baru. Ketika berumur 40 tahun beliau sempat mengasingkan diri di Gua Hira. Disaat itulah datang wahyu pertama yang mengagetkan, Iqra …..lqra …..Iqra. Begitu kagetnya Beliau karena sadar tidak bisa membaca tetapi diperintahkan untuk membaca yang begitu jelas diterimanya.

Perintah itu berulang-ulang hingga sampai 5 ayat. Itulah ajaran yang pertama yang diterima Muhammad SAW. Hari demi hari, ayat demi ayat turun baik melalui jibril, maupun dikarenakan ada permasalahan hidup yang membutuhkan tuntunan . Dalam dalam 22 tahun 2 bulan 22 hari wahyu Allah itu turun yang terdiri dari 114 surah. 86 surah diantaranya turun di Makkah dan 28 surah terakhir turun di Madinah pada waktu Rasulullah hijrah ke Madinah.

Hingga akhirnya turunlah wahyu, “ Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu” (Al-Maidah : 3) Ayat tersebut turun di Padang Arafah ketika Rasullulah melaksanakan Haji Wadah.

Demikianlah ayat-ayat Al-qur’an telah menjadi pedoman atau petunjuk bagi seluruh umat yang ingin mempelajari tentang cara hidup yang benar. Seandainya ayat-ayat Al-qur’an tidak turun apakah yang akan terjadi ?. Sementara dengan perintah dan pedoman yang jelaspun, seringkali manusia berpaling. Sesungguhnya peringatan Nuzulul Qur’an menjadikan kita untuk kembali dari berpaling hati menginggalkan Al-Quran yang diturunkan pada Malam Lailatul Qodar. Jika peringati Nuzulul Qur’an didasarkan pada saat turunnya ayat suci Al-Qur’an tentunya kita merajut hati dengan malam Lailatul Qadar bukan pada tanggal 17 Ramadhan. Semoga Al-quran tidak sekedar mengingatkan kita terhadap Wahyu Allah SWT turun tetapi mengingatkan kita bahwa jalan yang kita tempuh sudah jauh berpaling dengan Al-Quranul Kariim, Amien.

Nuzulul Qur'an dan Lailatul Qodar

Menurut yang saya pahami sesuai dengan surat al-Qodar bahwa Al-Qur'an diturunkan pada malam lailatul Qodar yang nota bene adanya pada 10 hari terakhir dari bulan Romadlon antara tanggal 20-29/30 romadlon. Padahal dalam sejarah islam yang kita ikuti sampai saat ini peringatan nuzulul qur'an pada 17 romadlon.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Menurut yang saya pahami sesuai dengan surat al-Aodar bahwa Al-Qur'an diturunkan pada malam lailatul Q odar yang nota bene adanya pada 10 hari terakhir dari bulan Romadlon antara tanggal 20-29/30 romadlon. Padahal dalam sejarah islam yang kita ikuti sampai saat ini peringatan nuzulul qur'an pada 17 romadlon. Sebenarnya menurut Antum kapan Al-Qur'an diturunkan? Dan apa pengertian diturunkan? Padahal Al-Qur'an diturunkan tidak secara langsung satu bundel. Syukron.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Farda Rain
Jawab :
Surat Al-Qadr. Makkiyah/Turun di Mekkah Tujuan surat ini diturunkan adalah untuk:
[1] mempertegas bahwa Al-Qur'an benar-benar turun dari Allah SWT,
[2] menolak orang-orang yang ingkar atas turunnya surat dari Allah SWT,
[3] mengangkat soal waktu diturunkannya Al-Qur'an dan turunnya para malaikat pada malam diturunkannya Al-Qur'an, [4] informasi bahwa malam diturunkannya Al-Qur'an adalah lebih [dan paling] utama dibanding malam-malam atau hari-hari lainnya.
(1) Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada "malam kemuliaan". Ini adalah informasi paling utama tentang malam turunnya Al-Qur'an. "Malam Kemuliaan" adalah dalam terjemah Indonesia, sedang dalam teks Arabnya adalah Lailatul Qadr, yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, keagungan dan penuh barokah karena pada malam itu permulaan turunnya Al Qur'an. Ada perbedaan pandangan dari para mufassir dalam melihat dan mentakwilkan ayat ini. Dlamir atau kata ganti HU pada kalimat INNأ‚ ANZAL-Nأ‚-HU. Terjemahnya : "Sesungguhnya Kami telah menurunkan-NYA".
Apa yang dimaksud dengan menurunkan disitu? Benarkah kata ganti NYA atau HU disitu kembali Al-Qur'an, atau maknanya sekedar "malam ayat Al-Qur'an kali pertama diturunkan"? Para jumhur Sunni melihat bahwasanya kata ganti NYA disitu kembali kepada Al-Qur'an. Jadi, maksudnya, pada malam itu, seluruh komponen Al-Qur'an dan planning-planing Tuhan ditetapkan, diletakkan di Lauh Mahfأ»dz [kitab yang terjaga], lalu diturunkan di sebuah tempat yang oleh para ulama disebut Bait al-'Izzah, Rumah Kemulyaan. Saya katakan 'oleh para ulama' di atas, karena saya tidak atau belum mendapatkan data tekstual dari terminology Bait Al-'Izzah. Dari penelusuran saya, istilah ini mentok di sahabat Abdullah bin Abbas RA.
Dugaan saya, beliau mendapatkan rekaan ini dari ulama Yahudi. Tapi, ini sekedar dugaan saja, karena memang beliau paling banyak bergaul dengan ulama Yahudi dan Nasrani. Konsekuensi dari pendapat ini adalah pengertian bahwa Al-Qur'an diturunkan dalam bentuk ayat-ayat dan surat-surat yang sampai pada kita itu, lalu -dalam rekaan para ulama-ulamanya-didistribusikan kepada Nabi SAW secara berangsur-angsur. Kejadian-kejadian pada masa Nabi SAW, lanjut dari konsekuensi ini, sudah dipotret oleh Allah SWT.
Secara pribadi saya kurang sependapat dengan teori penurunan Al-Qur'an seperti hal di atas. Dan saya lebih setuju dengan pendapat ulama minoritas bahwa maksud Dlamir HU atau kata ganti NYA pada ayat pertama tersebut adalah "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) PERTAMA KALI pada "malam kemuliaan". Pada malam itu, malam di mana Nabi SAW berkontemplasi di gua Hira, seperti diriwayatkan Sayyidah 'Aisyah RA, Nabi SAW mendapatkan wahyu pertama kali. Suatu malam di bulan Ramadhan. "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain". [QS. Al-Baqarah, 185]. Demikian, semoga membantu. Wassalamualaikum war. wab.

KHUTBAH JUM’AT HIKMAH NUZULUL QUR’AN (DITURUNKANNYA AL-QUR’AN)


الحمدلله، الحمدلله الذى أرسل رسوله بالهدى ودين الحقّ ليظهره على الدّين كله وكفى بالله شهيدا. وإنّ الله سبحانه وتعالى ما اتّخذ صاحبة ولا ولدا. أشهد أنّ لااله إلا الله لآ أشرك به أحدا.وأشهد أنّ محمّدا عبده ورسوله المبعوث إلى سائر الأمة شفاعة لهم. اللهم صلى وسلّم على محمّد وعلى آله وصحبه الذّين اتبعوا دينه مخلصين له أبدا. (امّا بعـد) فيا أيهاالناس. اتّقوا الله عندما اشتهرت بأنّ هذ الشّهر شهر شريف. ينهضّ قلوب الأمّة إلى معرفة أسرار وحكاية شريفة. قال الله تـعالى. يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وقال أيضا: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ.
 



Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Marilah kita tingkatkan keimanan dan keta
kwaan kita kepada Allah SWT
dalam arti yang sebenar-benarnya, yakni dengan tetap menjaga dan menjalankan segala perintah–Nya dan menjauhi larangan–Nya, agar kita selamat dunia-akherat, amin.
Shalawat beriring salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, keluarga dan para shahabatnya yang senantiasa taat menjalankan perintah Allah Swt.

Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Membaca al-Qur`an sangat dianjurkan bagi setiap muslim di setiap waktu dan kesempatan. Terlebih lagi pada bulan Ramadhan, karena pada bulan itulah diturunkan al-Qur`an. Puasa dan  Al-Qur’an yang dibaca akan memberi syafaat kepada orang yang mengerjakannya kelak dihari kiamat. Rasulullah SAW bersabda:

اَلصِّيَامُ وَاْلقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ يَقُوْلُ الصِّيَامُ أيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فِيْهِ وَيَقُوْلُ اْلقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِالَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيْهِ قَالَ فَيُشَفِّعَانِ (رواه أحمد).

 
Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: “Ya Rabbi, aku mencegahnya dari makan dan minum di siang hari”, Al-Qur’ an juga berkata: “Aku mencegahnya dari tidur dimalam hari, maka kami mohon syafaat buat dia.” Beliau bersabda: “Maka keduanya dibolehkan memberi syafaat.”  (HR Ahmad).

Rasulullah juga bersabda :
اِقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي  يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ. (رواه مسلم)

"Bacalah al-Qur`an, sesungguhnya ia datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi ahlinya (yaitu, orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkannya).  (HR. Muslim).

Firman Allah Swt :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS: al-Baqarah: 185)


Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Al-Quran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Konsep-konsep yang dibawa al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka berada.
Pada kenyataannya, al-Quran benar-benar telah mengepung level kecil klasik kesusastraan jahiliyah untuk memperkenalkan pemikiran keagamaan dan konsep-konsep monoteistiknya ke dalam Bahasa Arab. la juga menciptakan design dahsyat dalam Bahasa Arab dengan mengubah instrument-instrument teknis pengungkapannya. Pada satu sisi, ia menggantikan syair metrik dengan bentuk ritmenya sendiri yang tak tertirukan, dan pada sisi lain memperkenalkan konsep-konsep dan tema-tema baru yang mengarah kepada arus besar monoteisme.
Al-Quran juga mengalihkan perhatiannya kepada masa lalu yang jauh dalam sejarah perjalanan ummat manusia sekaligus mengarah ke masa depannya dengan tujuan mengajarkan tugas-tugas masa kini. la melukiskan gambaran dan tanda-tanda yang mengundang manusia untuk segera menarik pelajaran darinya. Setelah pelajaran dapat ditarik kesimpulannya, ternyata jiwa manusia tanpa disadari terseret serta terpesona oleh kedalaman dan keluasan makna al-Quran. Hal ini menunjukkan bahwa al-Quran sebagai mukjizat terbukti menjadi modal kehidupan dunia dan akhirat.

Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Allah SWT menurunkan al-Quran saat manusia sedang mengalami kekosongan para rasul, kemunduran akhlak dan kehancuran problem kemanusiaan, sosial politik dan ekonomi. Pada setiap problem itu, al-Quran meletakkan sentuhannya yang mujarrab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia selanjutnya yang relevan di setiap zaman. Sejak diturunkannya sampai dengan sekarang al-Quran tidak pernah terlepas dari suatu tradisi yang sedang berjalan. Dengan kata lain, pesan-pesan al-Quran selalu berhubungan dengan pribadi atau masyarakat yang mengganggapnya sakral atau sebagai sentralitas etika universal.

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ اْلمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيْرًا.

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (Q.S. Al-Isra’ : 9)

Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Jika melihat kondisi ummat Islam pada saat al-Quran diturunkan, semua peristiwa di masa lalu itu dibangkitkan melalui perenungan. Jadi ada kesamaan konteks ketika al-Quran diturunkan pertama kali dengan kondisi terkini yang secara sosial, politik, ekonomi dan agama memang sedang mengalami kebobrokan dan membutuhkan pemecahannya. Untuk itu, ummat Islam sebagai ummat yang terbaik mengemban tugas berat yang berkaitan dengan memahami, mengilhami dan melakukan tanggung jawab. Karena memahami dan menafsirkan adalah bentuk yang paling mendasar dari keberadaan manusia dimuka bumi yang memiliki jabatan sebagai khalifah. Dengan demikian, eksistensi ummat Islam sebagai ummat yang terbaik tidak diragukan.
Dengan bantuan ilmu pengetahuan dan agama, peristiwa Nuzulul Quran yang terjadi beberapa abad yang lalu menjadi sesuatu yang berkesinambungan hingga kini. Masa lalu tidaklah usang dan ia menjadi pendahulu masa kini. Maka dari itu, upaya memahami makna nuzulul Quran pada saat sekarang ini sama sekali tidak menghilangkan makna dan konteks terdahulu, melainkan merangkumnya untuk kemudian diteruskan hingga kini. Ada semacam harapan yang harus terpenuhi dalam menghadapi tantangan global saat ini sebagaimana Rasulullah juga menghadapi tantangan dan ujian yang berat.
Setelah melihat konteks nuzulul Quran, tugas selanjutnya ialah melakukan kontektualisasi ajaran dan pesan yang terkandung dalam peristiwa nuzulul Quran. Kita harus selalu berdampingan dengan al-Quran dalam setiap pikiran, perkataan dan perbuatan.

Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Kesadaran yang mendasar terhadap perisitiwa Nuzulul Quran memberikan akses kepada esensi al-Quran dengan keanekaragaman dimensi dan nilai holisitiknya. Bersamaan dengan itu keraguan tcrhadap al-Quran hilang dan digantikan dengan keyakinan yang teguh. Keyakinan yang teguh kepada al-Quran setelah dengan melakukan penghayatan yang pada akhirnya dapat membuka pintu-pintu hidayahnya sebagai sumber etika dan nilai universal.
Al-Quran sebagai Kalamullah secara komprehensif terbukti telah mencerahkan eksistensi kebenaran dan moral manusia. Mukjizat dan wahyu yang menjadi kitab bagi ummat Islam khususnya dan seluruh ummat pada umumnya tidak habis-habisnya menguraikan secara detail subtansi kebenaran. Ayat-ayatnya senantiasa melahirkan interpretasi filosofis yang menggugat infiltrasi pemikiran kebenaran semu bahkan menyesatkan dari para pemikir non wahyu.
Al-Quran membuka ruang penafsiran secara tipikal menukik pada akal orisinil dan langsung menyentuh aspek mendasar dalam kehidupan, yaitu etika dan moral dalam hubungannya sebagai hamba dengan Sang Khaliq-Allah. Salah satu penyebab utama kekerasan dan konflik yang dialami ummat manusia karena tidak menjadikan al-Quran sebagai sumber nilai etika dan moral. Keadaan ini menurut Harun Yahya seorang Filsuf Islam Kontemporer adalah dengan mengupayakan nilai-nilai moral dan etika dalam al-Quran diberlakukan dalam kehidupan. Allah Swt telah berbicara dalam al-Quran tentang kaidah besar seperti keadilan, perdamaian, kebenaran, Iman dan Islam. Dia juga berbicara tentang muamalah dan pandangan hidup. Problem apapun yang terjadi, krisis apapun yang berlaku, solusi dan penawarannya ada di dalam al-Quran. Oleh karenanya, kita harus rajin membacanya dan mentadabburinya.
Membaca al-Quran sebagai jalan mencari solusi, membaca Al-Qur’an juga menyempurnakan ibadah lainnya. la dapat berfungsi dengan baik jika dalam membacanya disertai dengan adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’ dan mentadabburinya yang akhirnya banyak mendatangkan manfaat berupa petunjuk dari Allah, inspirasi dan basis imajenasi.
Bertadabbur berarti memperhatikan dan merenungi makna-maknanya. Bahkan Ibnu Mas’ud berkata, “Barang siapa yang menghendaki ilmu orang-orang yang terdahulu dan ilmu orang-orang yang akan datang, hendaklah ia mendalami Al-Quran“. Kitab Ummat islam ini memberikan pedoman serta jalan yang lurus yang mampu menghindari buruknya kesesatan. Etika kehidupan dan akhlak-pun terangkum dalam Al-Quran. Bahkan, Rasulullah sendiri dibina akhlaknya langsung oleh Al-Quran.
Oleh karena itu, melalui khutbah jum’at ini, mari bersama membangun Indonesia dengan spririt keimanan dan keislaman. Menjadikan akhlak Rasulullah sebagai basis sumber daya manusia. Dan kita jadikan Al-Qur’an sebagai way of life dalam setiap gerak dan langkah kita. Semoga kita diberi kemampuan untuk berpegang teguh dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِىْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِىْ وَإِ يَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ اْلحَكِيْمِ إِنَّهُ تَعَالَى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَؤُوْفٌ رَّحِـْيمٌ  وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ .